A. SEJARAH KONVENSI MARPOL
Sejak peluncuran kapal pengangkut minyak yang pertama GLUCKAUF pada
tahun 1885 dan penggunaan pertama mesin diesel sebagai penggerak utama
kapal tiga tahun kemudian, maka fenomena pencemaran laut oleh minyak
mulai muncul.
Baru pada tahun 1954 atas prakarsa dan pengorganisasian yang dilakukan
oleh Pemerintah Inggris (UK), lahirlah “Oil Pullution Convention, yang
mencari cara untuk mencegah pembuangan campuran minyak dan pengoperasian
kapal tanker dan dari kamar mesin kapal lainnya.
Sebagai hasilnya adalah sidang IMO mengenai “international Conference on
Marine Pollution” dari tanggal 8 Oktober sampai dengan 2 Nopember 1973
yang menghasilkan “international Convention for the Prevention of Oil
Pollution from Ships” tahun 1973, yang kemudian disempurnakan dengan
TSPP (Tanker Safety and Pollution Prevention) Protocol tahun 1978 dan
konvensi ini dikenal dengan nama MARPOL 1973/1978 yang masih berlaku
sampai sekarang.
Difinisi mengenai “Ship” dalam MARPOL 73/78 adalah sebagai berikut:
“Ship means a vessel of any type whatsoever operating in the marine
environment and includes hydrofoil boats, air cushion vehhicles,
suvmersibles, ficating Craft and fixed or floating platform”.
Jadi “Ship” dalam peraturan lindungan lingkungan maritim adalah semua
jenis bangunan yang berada di laut apakah bangunan itu mengapung,
melayang atau tertanam tetap di dasar laut.
B. ISI PERATURAN MARPOL
Peraturan mengenai pencegahan berbagai jenis sumber bahan pencemaran
lingkungan maritim yang datangnya dari kapal dan bangunan lepas pantai
diatur dalam MARPOL Convention 73/78 Consolidated Edition 1997 yang
memuat peraturan :
1. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973.
Mengatur kewajiban dan tanggung jawab Negara-negara anggota yang sudah
meratifikasi konvensi tersebut guna mencegah pencemaran dan buangan
barang-barang atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal.
Konvensi-konvensi IMO yang sudah diratifikasi oleh Negara anggotanya
seperti Indonesia, memasukkan isi konvensi-konvensi tersebut menjadi
bagian dari peraturan dan perundang-undangan Nasional.
2. Protocol of 1978
Merupakan peraturan tambahan “Tanker Safety and Pollution Prevention
(TSPP)” bertujuan untuk meningkatkan keselamatan kapal tanker dan
melaksanakan peraturan pencegahan dan pengontrolan pencemaran laut yang
berasal dari kapal terutama kapal tanker dengan melakukan modifikasi dan
petunjuk tambahan untuk melaksanakan secepat mungkin peraturan
pencegahan pencemaran yang dimuat di dalam Annex konvensi.
Karena itu peraturan dalam MARPOL Convention 1973 dan Protocol 1978
harus dibaca dan diinterprestasikan sebagai satu kesatuan peraturan.
Protocol of 1978, juga memuat peraturan mengenai :
- a. Protocol I
Kewajiban untuk melaporkan kecelakaan yang melibatkan barang beracun dan berbahaya.
Peraturan mengenai kewajiban semua pihak untuk melaporkan kecelakaan
kapal yang melibatkan barang-barang beracun dan berbahaya. Pemerintah
Negara anggota diminta untuk membuat petunjuk untuk membuat laporan,
yang diperlukan sedapat mungkin sesuai dengan petunjuk yang dimuat dalam
Annex Protocol I.
Sesuai Article II MARPOL 73/78 Article III “Contents of report” laporan tersebut harus memuat keterangan :
Mengenai identifikasi kapal yang terlibat melakukan pencemaran.
Waktu, tempat dan jenis kejadian
Jumlah dan jenis bahan pencemar yang tumpah
Bantuan dan jenis penyelamatan yang dibutuhkan
Nahkoda atau perorangan yang bertanggung jawab terhadap insiden yang
terjadi pada kapal wajib untuk segera melaporkan tumpahan atau buangan
barang atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal karena
kecelakaan atau untuk kepentingan menyelamatkan jiwa manusia sesuai
petunjuk dalam Protocol dimaksud.
- b. Protocol II mengenai Arbitrasi
Berdasarkan Article 10”setlement of dispute”. Dalam Protocol II
diberikan petunjuk menyelesaikan perselisihan antara dua atau lebih
Negara anggota mengenai interprestasi atau pelaksanaan isi konvensi.
Apabila perundingan antara pihak-pihak yang berselisih tidak berhasil
menyelesaikan masalah tersebut, salah satu dari mereka dapat mengajukan
masalah tersebut ke Arbitrasi dan diselesaikan berdasarkan petunjuk
dalam Protocol II konvensi.
Selanjutnya peraturan mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran
laut oleh berbagai jenis bahan pencemar dari kapal dibahas daam Annex I
s/d V MARPOL 73/78, berdasarkan jenis masing-masing bahan pencemar
sebagai berikut :
Annex I Pencemaran oleh minyak Mulai berlaku 2 Oktober 1983
Annex II Pencemaran oleh Cairan Beracun (Nuxious Substances) dalam
bentuk Curah Mulai berlaku 6 April 1987
Annex III Pencemaran oleh barang Berbahaya (Hamful Sub-Stances) dalam bentuk Terbungkus Mulai berlaku 1 Juli 1991
Annex IV Pencemaran dari kotor Manusia /hewan (Sewage)
diberlakukan 27 September 2003
Annex V Pencemaran Sampah Mulai berlaku 31 Desember 1988
Annex VI Pencemaran udara belum diberlakukan
Peraturan MARPOL Convention 73/78 yang sudah diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia, baru Annex I dan Annex II, dengan Keppres No. 46
tahun 1986.
C. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA ANGGOTA MARPOL 73/78
Menyetujui MARPOL 73/78 – Pemerintah suatu negara
Memberlakukan Annexexes I dan II – Administrasi hukum / maritim
Memberlakukan optimal Annexes dan melaksanakan – Administrasi hukum / maritim.
Melarang pelanggaran – Administrasi hukum / maritim
Membuat sanksi – Administrasi hukum / maritim
Membuat petunjuk untuk bekerja – administrasi maritim
Memberitahu Negara-negara yang bersangkutan – administrasi maritim.
Memberitahu IMO – Administration maritim
Memeriksa kapal – Administrasi maritim
Memonitor pelaksanaan – Administrasi maritim
Menghindari penahanan kapal – Administrasi kapal
Laporan kecelakaan – Administrasi maritim / hukum
Menyediakan laporan dokumen ke IMO (Article 11) – Administrasi maritim
Memeriksa kerusakan kapal yang menyebabkan pencemaran dan melaporkannya – Administrasi maritim.
Menyediakan fasilitas penampungan yang sesuai peraturan – Administrasi maritim.
D. YURISDIKSI PEMBERLAKUAN MARPOL 73/78
MARPOL 73/78 memuat tugas dan wewenang sebagai jaminan yang relevan bagi
setiap Negara anggota untuk memberlakukan dan melaksanakan peraturan
sebagai negara bendera kapal, Negara pelabuhan atau negara pantai.
Negara bendera kapal adalah Negara dimana suatu kapal didaftarkan
Negara pelabuhan adalah Negara dimana suatu kapal berada di pelabuhan Negara itu.
Negara pantai adalah Negara dimana suatu kapal berada di dalam zona maritim Negara pantai tersebut.
MARPOL 73/78 mewajibkan semua Negara berdera kapal, Negara Pantai dan Negara pelabuhan yang menjadi anggota mengetahui bahwa :
“ Pelanggaran terhadap peraturan konvensi yang terjadi di dalam daerah
yurisdiksi Negara anggota dilarang dan sanksi atau hukuman bagi yang
melanggar dilakukan berdasarkan Undang-Undang Negara anggota itu”.
a. Juridiksi legislatif Negara bendera kapal
Berdasarkan hukum Internasional, Negara bendera kapal diharuskan untuk
memberlakukan peraturan dan mengontrol kegiatan berbendera Negara
tersebut dalam hal administrasi, teknis dan sarana sosial termasuk
mencegah terjadi pencemaran perairan.
Negara bendera kapal mengharuskan kapal berbendera Negara itu memenuhi standar Internasional (antara lain MARPOL 73/78).
Tugas utama dari negara bendera kapal adalah untuk menjamin bahwa kapal
mereka memnuhi standar teknik di dalam MARPOL 73/78 yakni :
memeriksa kapal-kapal secara periodik
menerbitkan sertifikat yang diperlukan
b. Juridiksi legislatif Negara pantai
Konvensi MARPOL 73/78 meminta Negara pantai memberlakukan peraturan
konvensi pada semua kapal yang memasuki teoritialnya dan, tindakan ini
dibenarkan oleh peraturan UNCLOS 1982, asalkan memenuhi peraturan
konvensi yang berlaku untuk lintas damai (innocent passage) dan ada
bukti yang jelas bahwa telah terjadi pelanggaran.
c. Juridiksi legislatif Negara pelabuhan
Negara anggota MARPOL 73/78 wajib memberlakukan peraturan mereka bagi
semua kapal yang berkunjung ke palabuhannya. Tidak ada lagi perlakuan
khusus bagi kapal-kapal yang bukan anggota.
Ini berarti ketaatan pada peraturan MARPOL 73/78 merupakan persyaratan kapal boleh memasuki pelabuhan semua Negara anggota.
Adalah wewenang dari Negara pelabuhan untuk memberlakukan peraturan
lebih ketat tentang pencegahan pencemaran sesuai peraturan mereka. Namun
demikian sesuai UNCLOS 1982 peraturan seperti itu harus dipublikasikan
dan disampaikan ke IMO untuk disebar luaskan.
E. CARA-CARA UNTUK MEMENUHI KEWAJIBAN DALAM MARPOL 73/78
Persetujuan suatu Negara anggota untuk melaksanakan MARPOL 73/78 diikuti
dengan tindak lanjut dari Negara tersebut di sektor-sektor :
Pemerintah
Administrasi bidang hukum
Administrasi bidang maritim
Pemilik kapal
Syahbandar (port authorities)
a. Pemerintah
Kemauan politik dari suatu Negara untuk meratifikasi MARPOL 73/78
merupakan hal yang fundamental. Dimana kemauan politik itu didasarkan
pada pertimbangan karena :
Kepentingan lingkungan maritim di bawah yurisdiksi Negara itu.
Keuntungan untuk pemilik kapal Negara tersebut (Kapal-kapalnya dapat diterima oleh dunia Internasional).
Keuntungan untuk ketertiban di pelabuhan Negara itu (dapat mengontrol pencemaran) atau
Negara ikut berpartisipasi menjaga keselamatan lingkungan internasional.
Pertimbangan dan masukan pada Pemerintah untuk meretifikasi konvensi
diharapkan datang dari badan administrasi maritim atau badan
administrasi lingkungan dan dari industri maritim.
Dalam konteks ini harus diakui bahwa Negara anggota MARPOL 73/78
menerima tanggung jawab tidak membuang bahan pencemar ke laut, namun
demikian di lain pihak mendapatkan hak istimewa, perairannya tidak boleh
dicemari oleh Kapal Negara anggota lain. Kalau terjadi pencemaran di
dalam teritorial mereka, mereka dapat menuntun dan meminta ganti rugi.
Negara yang bukan anggota tidak menerima tanggung jawab untuk
melaksanakan peraturan atas kapal-kapal mereka, jadi kapal-kapal-kapal
mereka tidak dapat dituntut karena tidak memenuhi peraturan (kecuali
bila berada di dalam daerah teritorial Negara anggota).
Namun demikian harus diketahui pula bahwa Negara yang tidak menjadi
anggota berarti kalau pantainya sendiri dicemari, tidak dapat memperoleh
jaminan sesuai MARPOL 73.78 untuk menuntut kapal yang mencemarinya.
b. Administrasi hukum
Tugas utama dari Administrasi hukum adalah bertanggung jawab
memberlakukan peraturan yang dapat digunakan untuk melaksanakan
peraturan MARPOL 73/78. Untuk memudahkan pekerjaan Administrasi hukum
sebaiknya ditempatkan dalam satu badan dengan Administrasi maritim yang
diberikan kewenangan meratifikasi, membuat peraturan dan
melaksanakannya.
Agar peraturan dalam MARPOL 73/78 mempunyai dasar hukum untuk
dilaksanakan, maka peraturan tersebut harus diintegrasikan ke dalam
sistim perundang-undangan Nasional. Cara pelaksanaannya sesuai yang
digambarkan dalam diagram berikut.
c. Administrasi maritim
Administrasi maritim yang dibentuk pemerintah bertanggung jawab
melaksanakan tugas administrasi pemberlakuan peraturan MARPOL 73/78 dan
konvensi-konvensi maritim lainnya yang sudah diratifikasi. Badan ini
akan memberikan masukan pada Administrasi hukum dan Pemerintah di satu
pihak dan membina industri perkapalan dari Syahbandar dipihak lain yang
digambarkan dalam diagram berikut.
Tugas dari Administrasi maritim ini adalah melaksanakan MARPOL 73/78
bersama-sama dengan beberapa konvensi maritim lainnya. Disarankan untuk
meneliti tugas-tugas tersebut guna identifikasi peraturan-peraturan yang
sesuai dan memutuskan bagaimana memberlakukannya.
d. Pemilik Kapal
Pemilik kapal berkewajiban membangun dan melengkapi kapal-kapalnya dan
mendiidk pelautnya, perwira laut untuk memenuhi peraturan MARPOL 73/78.
Konpetensi dan ketrampilan pelaut harus memenuhi standar minimun yang
dimuat dalam STCW-95 Convention.
e. Syahbandar (Port Authorities)
Tugas utama dari Syahbandar adalah menyediakan tempat penampungan
buangan yang memadai sisa-sisa bahan pencemar dari kapal yang memadai.
Syahbandar juga bertugas untuk memantau dan mengawasi pembuangan bahan
pencemar yang asalnya dari kapal berdasarkan peraturan Annexes I, II, IV
dan V MARPOL.
F. IMPLEMENTASU PERATURAN MARPOL 7378
Administrasi Maritim dalam melaksanakan tugasnya adalah bertindak sebagai :
sebagai pelaksanaan IMO
Legislation dan Regulations serta Implementation of Regulations
Instruction to Surveyor
Delegations of surveyor and issue of certificates
Records of Certifications, Design Approval, dan Survey Report
Equipment Approval, Issue of certificates dan Violations reports
Prosecution of offenders, Monitoring receptions facilities dan Informing IMO as required
Pemerikasaan dan Inspeksi yang dilakukan oleh Surveyor dan Inspektor
Garis besar tugas surveyor dan inspektor melakukan pemeriksaan dalam diagram di atas adalah sebagai berikut :
Memeriksa kapal untuk penyetujuan rancang bangun. Tugas ini hendaknya
dilakukan oleh petugas yang berkualifikasi dan berkualitas sesuai yang
ditentukan oleh kantor pusat Administrasi maritim.
Inspeksi yang dilakukan oleh Syahbandar adalah bertujuan untuk mengetahui apakah prosedur operasi sudah sesuai dengan peraturan.
Investigasi dan penuntunan. Surveyor dan Inspector pelabuhan harus mampu
melakukan pemeriksaan kasus yang tidak memenuhi peraturan konstruksi,
peralatan dan pelanggaran yang terjadi. Berdasarkan petunjuk dari pusat
Administrasi maritim, petugas tersebut harus dapat menuntut pihak-pihak
yang melanggar.
G. IMPLEMENTASI PERATURAN MARPOL 73/78
Survey & pemeriksaan
Sertifikasi
Tugas Pemerintah
H. DAMPAK PENCEMARAN DI LAUT
Dampak pencemaran barang beracun dan berbahaya terutama minyak berpengaruh terhadap :
Dampak ekologi
Tempat rekreasi
Lingkungan Pelabuhan dan Dermaga
Instalasi Industri
Perikanan
Binatang Laut
Burung Laut
Terumbu Karang dan Ekosistim
Tumbuhan di pantai dan Ekosistim
Daerah yang dilindung dan taman laut
I. DEFINISI-DEFINISI BAHAN PENCEMAR
Bahan-bahan pencemar yang berasal dari kapal terdiri dari muatan yang
dimuat oleh kapal, bahan bakar yang digunakan untuk alat propulsi dan
alat lain di atas kapal dan hasil atau akibat kegiatan lain di atas
kapal seperti sampah dan segera bentuk kotoran.
Definisi bahan-bahan pencemar dimaksud berdasarkan MARPOL 73/78 adalah sebagai berikut :
“Minyak” adalah semua jenis minyak bumi seperti minyak mentah (crude
oil) bahan bakar (fuel oil), kotoran minyak (sludge) dan minyak hasil
penyulingan (refined product)
“Naxious liquid substances”. Adalah barang cair yang beracun dan
berbahaya hasil produk kimia yang diangkut dengan kapal tanker khusus
(chemical tanker)
Bahan kimia dimaksud dibagi dalam 4 kategori (A,B,C, dan D) berdasarkan derajad toxic dan kadar bahayanya.
Kategori A : Sangat berbahaya (major hazard). Karena itu muatan
termasuk bekas pencuci tanki muatan dan air balas dari tanki muatan
tidak boleh dibuang ke laut.
Kategori B : Cukup berbahaya. Kalau sampai tumpah ke laut
memerlukan penanganan khusus (special anti pollution measures).
Kategori C : Kurang berbahaya (minor hazard) memerlukan bantuan yang agak khusus.
Kategori D : Tidak membahayakan, membutuhkan sedikit perhatian dalam menanganinya.
“Hamfull substances” Adalah barang-barang yang dikemas dalam dan membahayakan lingkungan kalau sampai jatuh ke laut.
Sewage”. Adalah kotoran-kotoran dari toilet, WC, urinals, ruangan perawatan, kotoran hewan serta campuran dari buangan tersebut.
“Garbage” Adalah tempat sampah-sampah dalam bentuk sisa barang atau
material hasil dari kegiatan di atas kapal atau kegiatan normal lainnya
di atas kapal.
Peraturan pencegahan pencemaran laut diakui sangat kompleks dan sulit
dilaksanakan secara serentak, karena itu marpol Convention diberlakukan
secara bertahap. Tanggal 2 Oktober 1983 untuk Annex I (oil). Disusul
dengan Annex II (Noxious Liquid Substances in Bulk) tanggal 6 April
1987. Disusul kemudian Annex V (Sewage), tanggal 31 31 Desember 1988,
dan Annex III (Hamful Substances in Package) tanggal 1 juli 1982. Sisa
Annex IV (Garbage) yang belum berlaku Internasional sampai saat ini.
Annex I MARPOL 73/78 yang memuat peraturan untuk mencegah pencemaran
oleh tumpahan minyak dari kapal sampai 6 Juli 1993 sudah terdiri dari 23
Regulation.
Peraturan dalam Annex I menjelaskan mengenai konstruksi dan kelengkapan
kapal untuk mencegah pencemaran oleh minyak yang bersumber dari kapal,
dan kalau terjadi juga tumpahan minyak bagaimana cara supaya tumpahan
bisa dibatasi dan bagaimana usaha terbaik untuk menanggulanginya.
Untuk menjamin agar usaha mencegah pencemaran minyak telah dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya oleh awak kapal, maka kapal-kapal diwajibkan untuk
mengisi buku laporan (Oil Record Book) yang sudah disediakan
menjelaskan bagaimana cara awak kapal menangani muatan minyak, bahan
bakar minyak, kotoran minyak dan campuran sisa-sisa minyak dengan cairan
lain seperti air, sebagai bahan laporan dan pemeriksaan yang berwajib
melakukan kontrol pencegahan pencemaran laut.
Kewajiban untuk menigisi “Oli Record Book” dijelaskan di dalam Reg. 20.
Appendix I Daftar dari jenis minyak (list of oil) sesuai yang
dimaksud dalam MARPOL 73/78 yang akan mencemari apabila tumpahan ke
laut.
Appendix II, Bentuk sertifikat pencegahan pencemaran oleh minyak
atau “IOPP Certificate” dan suplemen mengenai data konstruksi dan
kelengkapan kapal tanker dan kapal selain tanker. Sertifikat ini
membuktikan bahwa kapal telah diperiksa dan memenuhi peraturan dalam
reg. 4. “Survey and inspection” dimana struktur dan konstruksi kapal,
kelengkapannya serta kondisinya memenuhi semua ketentuan dalam Annex I
MARPOL 73/78.
Appendix III, Bentuk “Oil Record Book” untuk bagian mesin dan bagian
dek yang wajib diisi oleh awak kapal sebagai kelengkapan laporan dan
bahan pemeriksaan oleh yang berwajib di Pelabuhan.
J. USAHA MENCEGAH DAN MENANGGULANGI PENCEMARAN LAUT
Pada permulaan tahun 1970-an cara pendekatan yang dilakukan oleh IMO
dalam membuat peraturan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran laut
pada dasarnya sama dengan yang dilakukan sekarang, yakni melakukan
kontrol yang ketat pada struktur kapal untuk mencegah jangan sampai
terjadi tumpahan minyak atau pembuangan campuran minyak ke laut. Dengan
pendekatan demikian MARPOL 73/78 memuat peraturan untuk mencegah
seminimum mungkin minyak yang mencemari laut.
Tetapi kemudian pada tahun 1984 dilakukan perubahan penekanan dengan
menitik beratkan pencegahan pencemaran pada kegiatan operasi kapal
seperti yang dimuat didalam Annex I terutama keharusan kapal untuk
dilengkapi dengan “Oily Water Separating Equipment dan Oil Discharge
Monitoring Systems”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar